TANGERANG – Sultan Ageng Tirtayasa merupakan pahlawan nasional dari kesultanan Banten. Gelar pahlawan Indonesia atau pahlawan nasional diberikan oleh pemerintah Indonesia untuk mengakui tindakan yang berdampak nyata dan menginspirasi masyarakat Indonesia.
Untuk dapat disebut sebagai Pahlawan Indonesia atau mendapatkan gelar Pahlawan Nasional, seseorang harus memenuhi beberapa kriteria yang telah ditetapkan.
Pertama, mereka harus berperan aktif dalam perjuangan bersenjata atau perjuangan politik yang berkaitan dengan kemerdekaan dan persatuan bangsa. Selain itu, mereka juga harus mampu memunculkan ide atau pemikiran yang mendukung pembangunan bangsa dan negara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pahlawan Indonesia juga harus memiliki karya besar yang bermanfaat bagi masyarakat secara luas atau mengangkat martabat bangsa, yang juga menjadi syarat penting dalam penilaian ini. Salah satu putra daerah yang sudah menyandang sebagai pahlawan nasional adalah Sultan Ageng Tirtayasa.
Dari informasi yang dilansir Liputan6.com, Sultan Ageng Tirtayasa lahir pada tahun 1631 di Banten dan memiliki nama asli Abdul Fattah atau Abu al-Fath Abdulfattah. Beliau merupakan keturunan asli kesultanan Banten yang merupakan anak dari Sultan Abu al-Ma’ali Ahmad yang merupakan sultan Banten serta ibunya bernama Ratu Martakusuma.
Sultan Ageng Tirtayasa lahir dengan nama Pangeran Surya. Nama tersebut diambil dari bahasa Sanskerta yang artinya “matahari terbit”. Sedangkan, nama Tirta sendiri memiliki arti air dan Yasa berarti merencanakan, Tirtayasa berarti merencanakan atau membangun pengairan untuk keperluan pertanian maupun pertahanan. Beliau mendapatkan julukan Ageng Tirtayasa berasal sejak ia mendirikan keraton baru di dusun Tirtayasa.
Sistem Pemerintah dan Masa Kejayaan
Sultan Ageng Tirtayasa menjadi sultan pada tahun 1651. Saat itu, beliau masih berumur 20 tahun menggantikan kakeknya yang meninggal pada tahun yang sama. Pemindahan kekuasaan ini dikarenakan ayah Sultan Ageng Tirtayasa tidak dapat mengantikan karena telah wafat sebelum wafatnya sang kakek.
Pada masa pemerintahannya, perekonomian kesultanan Banten berada dipuncak kejayaannya. Salah satu terobosan ekonomi yang dilakukan Sultan Ageng Tirtayasa adalah pengenaan cukai terhadap kapal yang singgah di Banten. Pemungutan cukai yang dilakukan Syahbandar ini berada di kawasan yang dikenal dengan Bea Cukai.
Selain memungut cukai, perdagangan dan pertanian juga menjadi salah satu penopang perekonomian Kerajaan Banten. Berawal dari ekonomi rakyat pedalaman yang ditopang oleh kegiatan pertanian, Sultan Ageng Tirtayasa menrencanakan proyek irigasi besar untuk mengembangkan pertanian rakyat.Tak hanya itu, Tirtayasa juga dikenal sebagai ahli strategi perang yang terpercaya. Hal itu terbukti saat dirinya menjadi putra mahkota. Dialah yang mengatur perang gerilya melawan posisi Belanda di Batavia.
Sistem Pemerintah dan Masa Kejayaan
Sultan Ageng Tirtayasa memerintah para prajurit berkumpul di rumah Mangkubumi di Kemuning seberang sungai untuk melaporkan keadaan di daerah masing-masing.
Kemudian, setelah itu para petinggi keraton juga dibawa menemui raja di Keraton Surosowan untuk menerima petunjuk dan pesan untuk disampaikan kepada rakyat di daerahnya.
Demikian pula pengelolaan dan pembinaan angkatan bersenjata juga dipercayakan kepada Mangkubumi dan Pangeran Madura yang bertugas mengatur dan mengawasi prajurit Banten.
Adapun senjata perang, seperti senapan, meriam, keris dan tombak, ada yang bisa dibuat sendiri, ada pula yang dibeli dari Batavia dan daerah lain.
Pusat pemerintahan Kerajaan Banten terletak di antara sungai Ci Banten dan Ci Karangantu. Sekarang lokasinya di Surosowan, Banten Lama, Kota Serang. Tak hanya keraton, di sekitar kawasan juga terdapat pasar, alun-alun dan masjid besar Banten dengan mercusuar yang konon berfungsi sebagai menara pengawas untuk mengamati kedatangan kapal di Banten.
Wafatnya Sultan Ageng Tirtayasa
Pada masa pemerintahannya di Banten, Sultan Ageng Tirtayasa membangun armada laut serta menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara asing dan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia
Sultan Ageng Tirtayasa memimpin perlawanan besar melawan Belanda. Saat itu VOC mengadakan perjanjian eksklusivitas komersial yang merugikan Kesultanan Banten.
Tirtayasa kemudian menolak kesepakatan itu dan mengubah Banten menjadi pelabuhan terbuka. Saat itu, Sultan Ageng Tirtayasa ingin menjadikan Banten sebagai kerajaan Islam terbesar di Nusantara.
Ketika situasi konflik memanas, Sultan Ageng Tirtayasa memerintahkan Sultan Haji untuk memimpin urusan dalam negeri Banten pada tahun 1671. Namun, hal-hal yang berkaitan dengan urusan luar negeri adalah pekerjaan Sultan Ageng Tirtayasa sendiri.
Pengangkatan Sultan Haji menguntungkan Belanda. Belanda kemudian turun tangan dengan bergabung bersama Sultan Haji untuk menggulingkan Sultan Ageng Tirtayasa dengan teknik adu domba. Dengan dukungan Belanda, Sultan Haji secara efektif menguasai Banten dan menjadi sultan di Keraton Surosowan pada tahun 1681.