GLOBALBANTEN.COM | Ahmad Suhud selaku Direktur Eksklusif LSM BP2A2N (Badan Pengawas Penyalahgunaan Aset dan Anggaran Negara) menilai munculnya kasus dugaan korupsi Dana Desa atau pencairan ganda APBDes 2024 di Kabupaten Tangerang, berdasarkan data kini semakin mengagetkan bahkan kerugian Negara diperkirakan mencapai sekitar Rp 6,7 miliar,” terangnya (18/02/2025)
“Ini kesannya lucu, Setelah kemarin 3 orang operator ketahuan dan ditetapkan oleh Kejari Tangerang, kini entah mengapa tiba – tiba para Kades dan operator Desa yang bermasalah ramai – ramai mengembalikan uang tersebut dengan nominal bervariatif, mulai dari nominal Puluhan Juta hingga Ratusan Juta rupiah,” jelas Ahmad Suhud.
Terus terang, saya sangat miris, perihatin dan menyayangkan atas kejadian “Bobolnya Dana Desa untuk bancakan tersebut,” ucapnya
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Seharusnya hal tersebut sudah dapat terdeteksi sejak akhir Tahun 2024 hingga awal Januari 2025 saat kegiatan Rekonsiliasi Laporan Keuangan Desa Triwulan IV.,” ungkap Ahmad Suhud
Adanya keterlibatan sejumlah Desa dalam kasus ini seharusnya tidak bisa dilepaskan dari tanggung jawab para Camat. Sebab jika merujuk pada Pasal 82 ayat (1) Peraturan Bupati Tangerang Nomor : 5 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa, yang menyebutkan bahwa Kepala Desa wajib menyampaikan laporan pertanggung jawaban Realisasi APBdes kepada Bupati melalui Camat pada setiap akhir tahun Anggaran,” jelasnya.
Disini peran Camat sangat penting dalam pengawasan pengelolaan keuangan Desa serta bertanggung jawab, Apalagi jika laporan pertanggung jawaban nya disampaikan mereka (red Kades), lalu bagaimana mungkin korupsi sebesar ini bisa lolos dari pengawasan,” terang Ahmad Suhud.
“Jujur kami semua maupun Publik bertanya – tanya, Apa mungkin seorang Camat juga belum memahami dan memverifikasi secara menyeluruh penggunaan Dana Desa di wilayahnya masing – masing dan hanya menyerahkan sepenuhnya kepada Kasi Binwas saja,” tuturnya
Ini tak boleh dibiarkan dan harus menjadi bahan Evaluasi bagi kita semua, jangan sampai pemeriksaan berkas pengajuan hanya melihat angkanya saja lalu di setujui,” terang A.Suhud
Jelas ini bukti bahwa lemahnya pengawasan dan ketidak cermatan dalam mereview laporan keuangan Desa yang berpotensi menjadi celah terjadinya penyelewengan tersebut, mungkinkah ini murni adanya kelalaian atau bahkan kemungkinan adanya keterlibatan oknum yang bermain secara sengaja,” lanjutnya.
Jangan sampai dengan adanya kejadian tersebut masyarakat atau publik menjadi hilang rasa percaya terhadap seluruh Aparat Birokrasi di Kabupaten Tangerang,
Terakhir, Saya hanya meminta dan mendesak pihak Inspektorat atau Kejaksaan Negeri Kabupaten Tangerang segera memanggil kembali para Camat, Kepala Desa dan operator Desa, guna dimintai keterangan atau periksa.srcara Independen, obyektif dan tanpa rekayasa,” ujar Ahmad Suhud
Logikanya saja bang, ,”Piraku Aya Puluhan Kades jeng Operator Desa, Kejari hanya sanggup menetapkan 3 orang operator saja
Lantas bagaimana nasib dari Puluhan Kades dan operator Desa di 13 Kecamatan se- Kabupaten Tangerang yang ikut tersandung pencairan Ganda APBDes 2024, agar semakin terang benderang,”Tak peduli, apa pun alasannya, jangan sampai Kejari Tangerang cepat berpuas diri, serta sengaja untuk pengalihan Issue saja, hingga lupa dengan operator Desa yang lainnya,’ pungkas Ahmad Suhud
Di kutip dari hasil survei harian Kompas Dana desa yang seharusnya untuk pembangunan warga justru banyak diselewengkan oleh aparat desa. Modus paling banyak yang dilakukan pelaku penyimpangan adalah memalsukan laporan dan kegiatan.
591 putusan kasus korupsi dana desa selama 2014-2024 dari situs Direktori Putusan Mahkamah Agung. Ekstraksi putusan pengadilan dibantu oleh kecerdasan buatan dengan verifikasi tim untuk memastikan akurasi informasi.
Hasil analisis, 591 kasus korupsi dana desa yang melibatkan 640 terdakwa ini menyebabkan kerugian negara Rp 598,13 miliar. Nilai ini setara dengan dana desa untuk 744 desa jika masing-masing menerima Rp 800 juta.
Penelusuran data menunjukkan peningkatan jumlah terdakwa tiap tahun, dengan 6 dari 10 pelaku adalah kepala desa (kades). Bendahara desa merupakan pelaku terbanyak kedua (10,6 persen). Total 81,8 persen pelaku penyelewengan dana desa terdiri dari kades, bendahara, sekretaris, dan perangkat desa lainnya.
Kepala desa, dengan kewenangan besar pengelolaan anggaran melalui Undang-Undang Desa, sering kali terjerumus dalam praktik korupsi akibat minimnya pemahaman tentang tata kelola keuangan.
Masalah ini diperburuk kurangnya pengawasan dan rendahnya integritas, yang membuat mereka rentan menyalahgunakan dana desa.
”BPD yang seharusnya menjadi mitra pengawas kepala desa juga sering tidak berfungsi maksimal,” kata Jaksa Agung Muda Intelijen Reda Manthovani