GLOBALBANTEN.COM | Isu terkait dugaan korupsi dalam pengadaan internet di Kabupaten Tangerang telah menjadi perbincangan panas.
Menanggapi isu tersebut, Kepala Bidang Aplikasi Informatika (Aptika) Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kabupaten Tangerang, Cecep, memberikan keterangannya.
Cecep menegaskan bahwa tuduhan korupsi terkait pengadaan layanan internet tersebut tidak benar. Ia menjelaskan bahwa pengadaan ini dilakukan dengan transparansi dan sesuai prosedur yang berlaku.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Tidak berdasar (dugaan korupsi pengadaan internet). Kami melakukan pengadaan ini kan sesuai prosedur,” ujar Cecep saat ditemui di gedung Smart Building Komunikasi dan Informatika Kabupaten Tangerang.
Lebih lanjut, Cecep mengungkapkan bahwa biaya pengadaan layanan internet untuk Kabupaten Tangerang memakan anggaran sebesar Rp 12 miliar per tahun.
Angka tersebut mencakup penyediaan infrastruktur dan pemeliharaan layanan internet guna mendukung berbagai program pemerintah daerah dalam meningkatkan akses informasi dan komunikasi.
“Anggaran ini digunakan untuk memastikan seluruh OPD yang ada di Pemkab Tangerang dapat mengakses internet dengan baik,” pungkas dia.
Disinggung soal dirinya dipanggil oleh penyidik Kejaksaan Tinggi Banten, dirinya mengakui. Namun, ia mengatakan hal itu hanya pemeriksaan karena adanya aduan sebelumnya.
“Iya, dipanggil Kejati Banten, dan itu hanya pemeriksaan,” pungkas dia.
Perlu diketahui, proyek pengadaan jaringan internet yang dikontrak untuk periode 2021–2025 ini sempat dihentikan penyelidikannya oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten karena tidak ditemukan unsur pidana. Namun, jika ada bukti baru (novum), kasus tersebut dapat dibuka kembali.
Akan tetapi, berdasarkan kontrak yang ditandatangani antara Pemkab Tangerang dan PT PNI, layanan internet yang mencakup spesifikasi 1000 Mbps DIAMANTE Last Mile Domestic 100 Mbps. Idealnya, spesifikasi tersebut seharusnya cukup untuk mendukung kebutuhan jaringan semua Organisasi Perangkat Daerah (OPD), termasuk semua aplikasi.
Namun, gangguan yang berkepanjangan ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara layanan yang disediakan dan spesifikasi yang ditentukan dalam kontrak.
Dalam hal ini, ketidaksesuaian ini dapat dikategorikan sebagai wanprestasi, sesuai dengan Pasal 27 ayat (2) Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Jika terbukti bahwa jaringan internet yang disuplai tidak sesuai dengan kontrak, maka kerugian negara juga dapat terjadi akibat pembayaran penuh untuk layanan yang tidak memadai.
Gangguan jaringan internet ini mencerminkan potensi lemahnya pengawasan dan pengelolaan proyek pengadaan internet oleh Pemkab Tangerang. Pemprov harus segera melakukan audit independen untuk mengungkap akar masalah ini.
Jika ditemukan bukti kuat adanya pelanggaran, maka kasus ini harus dilaporkan kembali kepada aparat penegak hukum, termasuk Kejati Banten dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Upaya membuka kembali kasus ini bukan hanya untuk menegakkan keadilan, tetapi juga menjadi bentuk perlindungan terhadap anggaran negara dan hak-hak masyarakat atas layanan publik yang berkualitas.
Perusahaan swasta untuk pengadaan jaringan internet Pemkab Tangerang dan pihak terkait harus bertanggung jawab jika terbukti bahwa gangguan ini merupakan akibat dari penyimpangan dalam pelaksanaan proyek pengadaan internet senilai Rp 105 miliar.(red)